"Bukan subsidi yang kami harap, tapi harga beras dan gabah yang harus sebanding dengan ongkos produksi,"
Masih ingat dengan sosok mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Komisaris Jenderal (Purnawirawan) Polisi Susno Duadji? Nama mantan perwira tinggi kepolisian itu dikenal akibat ucapan cicak versus buaya saat berseteru dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tak hanya itu, Susno juga menjadi pesakitan akibat dituduh menggelapkan dana pengamanan Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2008 dan kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari lalu. Gara-gara kasus itu, dia dijebloskan ke penjara selama 3,5 tahun. Ia sempat dijemput paksa oleh Kejaksaan Agung dan dimasukkan ke Lembaga Permasyarakatan Cibinong pada Mei 2013 lalu.
Lalu, bagaimana kondisinya sekarang?
Setelah lama kasusnya berlalu, kini Susno memilih pulang ke tanah kelahirannya di Pagaralam, Sumatera Selatan. Untuk mengisi waktu luangnya, Susno memilih bertani dengan menggarap lahan milik kedua orangtuanya, seperti kebun, sawah, pekarangan dan kolam ikan.
"Sawah ini adalah warisan orangtua saya yang juga petani, luasnya tidak seberapa. Sekarang saya garap sendiri, benaran loh!" tulis Susno lewat akun Facebook miliknya, Selasa (24/5).
Lewat profesinya saat ini, Susno mengaku lebih memahami kesulitan yang dialami para petani, mulai harga gabah saat musim panen yang tidak sebanding dengan ongkos produksi, seperti ongkos garap, pupuk, obat-obatan, dan benih.
"Bukan subsidi yang kami harap, tapi harga beras dan gabah yang harus sebanding dengan ongkos produksi," ungkapnya.
Seperti apa karier Susno sebelum akhirnya menjadi seorang petani?
Susno resmi menjadi anggota kepolisian usai lulus dari Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) Kepolisian pada 1977. Hampir sebagian besar kariernya dihabiskan menjadi seorang perwira polisi lalu lintas, dan sempat berkunjung ke-90 negara untuk mempelajari kasus-kasus korupsi.
Kariernya baru mulai menanjak ketika dia dipercaya menjadi Wakapolres Yogyakarta, setelah itu dia sempat diangkat sebagai Kapolres di Maluku Utara, Madiun, dan Malang. Setelah malang melintang di daerah, Susno ditarik ke Jakarta dan ditunjuk sebagai pelaksana hukum di Mabes Polri dan mewakili kepolisian untuk membentuk KPK pada 2003.
Setahun berikutnya, dia ditugaskan di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Setelah menjalani empat tahun berdinas di lembaga tersebut, dia dilantik sebagai Kapolda Jabar, tak sampai setahun dia kembali diangkat menjadi Kabareskrim menggantikan Komjen Pol Bambang Hendarso Danuri yang dilantik sebagai Kapolri.
Selang setahun, Susno menyatakan mundur dari jabatannya pada 5 November 2009, namun pada 9 November 2009 dia aktif kembali sebagai Kabareskrim Polri. Tak sampai sebulan, Susno diberhentikan Kapolri secara resmi.
Pemecatan itu tak lepas dari beberapa pernyataannya yang dianggap membuat panas jajaran Polri. Mulai dari istilah cicak buaya yang kemudian memicu gelombang protes dari masyarakat, kemudian kode 'Truno 3' saat KPK menyadap Susno terkait penyelidikan kasus Century.
Susno juga mengungkap pegawai pajak yang memiliki rekening gendut, akhirnya pegawai tersebut dibekuk polisi dan dijebloskan penjara, dia adalah Gayus Tambunan. Rupanya, kasus ini turut menyeret sejumlah jenderal di kepolisian, seperti Brigjen Pol Edmon Ilyas dan Brigjen Pol Raja Erizman, pejabat kejaksaan seperti Cyrus Sinaga, kehakiman dan aparat dari Departemen Keuangan hingga kehilangan jabatannya. Terungkapnya kasus tersebut membuat Susno disebut-sebut sebagai whistle Blower.
Sebelum jabatannya berakhir, Susno pernah menyebutkan seorang mafia kasus di tubuh Polri yang bernama Mr X, kemudian hari diduga Mr X itu adalah seorang mantan diplomat dan anggota BIN bernama Sjahril Djohan.
©Merdeka.com